KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan anugrah dan karunia yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini dibuat guna melengkapi
kewajiban kami sebagai seorang mahasiswa. Adapun tugas kali ini adalah
PERSPEKTIF MODERN TERHADAP KEPEMIMPINAN
Penulis berusaha menyusun Karya
Tulis ini sebaik mungkin, dengan tujuan agar pembaca dapat memahami apa saja
isi dan pembahasan makalah tersebut secara seksama. Dan penulis sadar betul
akan kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk memberikan masukan dan
perbaikan.
Malang,
08 januari 2014
Penulis
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan pengguna pengaruh non
koersif untuk mengarahkan dan mengkoordinasi aktiitas anggota keompok guna
mencapai tujuan sebagai sifat, kepemimpinan adalah rangkaian karakteristik yang
dihubungkan denan mereka yang dirasa akan menggunakan pengaruh seperti dengan
berhasil.
Kepemimpinan
tidak melibatkan kekerasan ,maupun koersi seorang manager yang semata-mata
menggandalkan kekerasan dan otoritas formal untuk mengarahkan perilaku
bawahan-bawahan tidak mempraktkkan kepemimpinan
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam
Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi
orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok.
Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang
sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang
tepat bagi situasi yang khusus.
MODEL KEPEMIMPIN
FIEDLER(CONTINGENSY THEORY)
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya
tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan
tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya
yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang
menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi
karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan
situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif
dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of
the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the
degree to which the leader has control and influence in a particular situation,
the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu
kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana
pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus
mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala
yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan
jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan
kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC
yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC
yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya
skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka
yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi
ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang
berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi
kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan
pemimpin.
2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang
berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok
yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga)
dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin
yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan
sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau
keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin
mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena
ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh
berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority)
b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama
tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung
jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak
tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah
jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan
anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam
pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member
relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari
sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan
struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha /
organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan
terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan
macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin.
Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi
dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan
kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana
hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan
kedudukan sedikit.
MODEL KEPEMIMPINAN
DARI VROOM-YETTON
PENDEKATAN POHON
KEPUTUSAN VROOM-YETTON
Pendekatan kontemporer utama yang ketiga untuk kepemimpinan
adalah pendekatan poho keputusan (vrooms decision free appoarch) versi yang
paling awal diajukan oleh victor vroom dan Philip yetton dan kemudian
dikembangkan oleh vroom
Pendekatan pohon keputusan vroom berasumsi bahwa tingkat
diman para bawahan harus didorog untuk berpartisipasi daam pengambilan
keputusan bergantung pada karateristik situasi dengan kata lain tidak ada satu
proses pengambilan-keputusan yag palig baik untuk seua situasi. Perumusan
terbaru vroom mengusulkan bahwa para manajer seharusnya menggunakan satu dari
pohon keputusan yang berbeda untuk berbuat demikian manager terlebih dahulu
menilai situasi dalam beberapa factor penilaian melibatkan penentuan apakah faktur
yang ada “tinggi” atau “rendah” untuk keputusan yang dibuat.sebagai contoh
factor pertama adalah arti keputusan jika keputusa sangatlah penting dan
mungkin dengan memiliki pegaruh besar pada organisasi misalnya (memilih lokasi
pabrik baru) artinya “tinggi “ satu pohon keputusan harus digunakan ketika
manager sangat tertarik dalam mengambil keputusan yang sebisa mungkin tepat
waktunya
Pendekatan kotingensi penting lainnya untuk kepemimpinan
adalah teori jalan- sasaran yang berfokus pada situasi dan pemimpin daripada
sifat-sifat pemimpin
Teori sasaran berakar pada teori harapan mengatakan bahwa
sikap dan perilaku seseorang dapat diprediksi dari tingkat sampai mana orang
itu percaya kinerja pekerjaaan akan menghasikan berbagai hasil(harapan) dan
nilai dari hasil-hasil itu (valensi) untuk individu tersebut. Teori
kepemimpinan jalur-sasaran (path-goal of theory leadership) berpendapat bahwa
para bawahan termotivasi oleh pimpinan mereka hingga tingkat dimana perilaku
pemimpin itu memengaruhi harapan mereka, dengan kata lain pemimpin memengaruhi
kinerja bawahan dengan mengklarifikasi perilaku(jalur) yang akan menghasikan
penghargaan yang diiginkan (sasaran).
Model kepemimpinan path-goal
berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut
model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang
positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana
seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang
mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana
sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi.
Sebagai contoh teori path goal
adalah pemimpin dalam suatu regu untuk mendaki gunung,. Pemimpin yang efektif
yaitu di mana pemimpin memberikan arahan serta motivasi agar bawahannya atau
anggotanya dapat mencapai ke puncak gunung. Pemimpin biasa memberikan reward ke
pada anggotanya agar dapat mencapai tujuan bersama.
Teori jalur sasaran mengidentifikasikan empat jenis perilaku
pemimpin
1.
Kepemimpinan direktif
Pemimpin membiarkan para bawahan mengetahui
apayang diharapkan dari mereka
2.
Kepemimpinan suportif
Pimpinan yang ramah dan menunjukkan
perhatian status kesejahteraan dan kebutuhan dari bawahan
3.
Kepemimpinan partisipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan
tentang isu-isu dan mempertimbangan saran saran mereka sebelum mengambil
keputusan
4.
Yang berorientasi pada prestasi : menyangkut
penentuan tujuan yang menantang pengharapan terhadap para bawahan untuk bekerja
pada tingakat yang paling tinggi dan menunjukkan kepercayaan yang kuat sehingga
para bawahan aka menyarankan usaha dan ketetapan tujuan.
PERBANDINGAN
ANTARA BEBERAPA PENDEKATAN SITUASIONAL
Tiga model ini
mempunyai kesamaan dan perbedaan. Model-model tersebut mempunyai persamaan
antara lain:
1.
Memusatkan perhatian pada dinamika kepemimpinan,
2.
Telah mendorong riset mengenai kepemimpinan, dan
3.
Tetap merupakan masalah controversial karena masalah-masalah
pengukurannya, terbatasnya pengujian riset, dan/atau hasil riset yang saling
bertentangan
Perbedaannya
1.
Model fiedler adalah model yang banyak diuji dan mungkin yang paling
controversial. Pandangannya mengenai perilaku pemimpin terpusat pada
kecenderungan berorientasi pada tugas dan hubungan dan bagaimana kecenderungan
ini mempengaruhi dengan tugas dan kekuatan posisi.
2.
Vroom dan Yetton, memandang perilaku dari segi gaya yang otokratis,
konsultatif atau gaya kelompok.
3.
Jalan tujuan, menekankan tindakan penolong (instrumental actions) dari
pemimpin dan empat gaya tindakan ini antara lain direktif, partisipasif dan
yang berorientasi pada prestasi.
Beberapa Masalah
Mengenai Kepemimpinan
1. Apakah
Perilaku merupakan Sebab atau Akibat ?
Pembahasan masalah ini secara tidak langsung mencakup apakah
perilaku pemimpin mempunyai pengaruh terhadap hasil karya dan kepuasan
pekerjaan pengikut? Namun demikinan, ada alas an yang kuat untuk mengemukakan
bahwa hasil karya dan kepuasan pengikut menyebabkan pemimpin mengubah gaya
kepemimpinanya. Pernah dikemukakan bahwa orang yang akan mengembangkan sikap
positifnya terhadap obyek yang dapat merupakan alat untuk memuaskan
kebutuhannya.
2. Hal-hal yang
membatasi efektivitas kepemimpinan
3. Apakah ada
pengganti bagi kepemimpinanyang mempengaruji kepuasan dan hasil karya?
Sumber :
http://yanirahmanarsyi.blogspot.com/2011/03/kepemimpinan-pendekatan-dari-segi.html
http://teorionline.wordpress.com/2012/02/15/model-model-kepemimpinan/
Moorhead . griffin .. edisi 9 penerbit salemba empat
0 komentar:
Posting Komentar